Laman

Rabu, 23 Oktober 2013

RANGKUMAN PENGANTAR ILMU HUKUM

BAB I
ARTI DAN TUJUAN HUKUM

MANUSIA DAN MASYARAKAT
1. Manusia sebagai makhluk sosial
             Menurut kodrat alam, manusia di mana-mana dan pada zaman apapun juga selalu hidup bersama, hidup berkelompok-kelompok. Sekurang-kurangnya kehidupan bersama itu terdiri dari dua orang, suami istri ataupun ibu dan bayinya. Aristoteles (384-322 SM), seorang ahli pikir Yunani Kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia itu adalah ZOON POLITICON, artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial.
             Manusia sebagai individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyindiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Sebagai individu, manusia tidak dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkannya dengan mudah.
2. Masyarakat
 Persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama itu lazim disebut masyarakat. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup itu timbul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa yang seorang dan yang lain saling kenal mengenal dan pengaruh-mempengaruhi.
3. Golongan-golongan dalam masyarakat.
            Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan, adapun golongan-golongan dalam masyarakat itu disebabkan antara lain karena orang :
a. merasa tertarik oleh orang lain yang tertentu.
b. merasa mempunyai kesukaan yang sama dengan orang lain.
c. merasa memerlukan kekuatan/bantuan orang lain.
d. mempunyai hubungan daerah dengan orang lain.
e. mempunyai hubungan kerja dengan orang lain.
             Sifat golongan-golongan dalam masyarakat itu bermacam-macam dan bergantung pada dasar dan tujuan hubungan orang-orang dalam golongan itu. Pada umumnya ada tiga macam golongan yang besar yaitu :
1).  Golongan yang berdasarkan hubungan kekeluargaan: perkumpulan keluarga
2). Golongan yang berdasarkan hubungan kepentingan/pekerjaan : perkumpulan ekonomi, koperasi, serikat-pekerja, perkumpulan sosial, perkumpulan kesenian, olahraga dan lain-lain
3).  Golongan yang berdasarkan hubungan tujuan/pandangan hidup atau ideologi; partai politik, perkumpulan keagamaan.
Dalam suatu masyarakat kerapkali harus ada kerjasama antara golongan yang satu dan yang lain.
4. Bentuk masyarakat.
          Masyarakat sebagai bentuk pergaulan hidup bermacam-macam ragamnya, di antaranya yaitu :
a. yang berdasarkan hubungan yang diciptakan para anggotanya:
 1) masyarakat peguyuban (gemeinschaft) apabila hubungan itu bersifat kepribadian dan menimbulkan ikatan batin, misalnya rumah tangga, perkumpulan kematian dan sebagainya.
2) masyarakat patembayan (gesellschaft), apabila hubungan itu bersifat tidak kepribadian dan bertujuan untuk mencapai keuntungan kebendaan, misalnya Firma, PT, Perseroan Komanditer, dan lain-lain.
b. yang berdasarkan sifat pembentukannya, yaitu :
1). Masyarakat yang teratur oleh karena sengaja diatur untuk tujuan tertentu, misalnya perkumpulan olahraga.
2)  masyarakat yang teratur tetapi terjadi dengan sendirinya, oleh karena orang-orang yang bersangkutan mempunyai kepentingan bersama, misalnya para penonton bioskop, penonton pertandingan sepak bola dan lain-lain.
3). Masyarakat yang tidak teratur, misalnya para pembaca surat kabar.
c. yang berdasarkan hubungan kekeluargaan;  rumah tangga, sanak saudara,  suku, bangsa dan lain-lain.
d. yang berdasarkan peri kehidupan/kebudayaan :
- masyarakat primitif dan modern
-masyarakat desa dan masyarakat kota
-masyarakat territorial
-masyarakat genealogis
-masyarakat territorial-genealogis
5. Pendorong hidup bermasyarakat
              Adapun yang menyebabkan manusia selalu hidup bermasyarakat ialah antara lain dorongan kesatuan biologis yang terdapat dalam naluri manusia, misalnya :
a. hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum
b. hasrat untuk membela diri
c. hasrat untuk mengadakan keturunan.
Adapun naluri itu sudah ada pada diri manusia sejak ia dilahirkan, tanpa ada orang lain yang mengajarkannya.
6. Tata Hidup Bermasyarakat
          Tiap manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Tiap manusia mempunyai keperluan sendiri-sendiri. Peraturan hidup itu memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia harus bertingkah laku dan bertindak di dalam masyarakat. Peraturan hidup kemasyarakatan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata tertib dalam masyarakat dinamakan peraturan hukum atau kaedah hukum.

 PENGERTIAN HUKUM
Apakah sebenarnya hukum itu?
           Menurut Prof.van Apeldoorn adalah sangat sulit untuk dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan.
Pendapat Para Sarjana tentang Hukum
          Sebagai gambaran Prof. Sudiman Kartohadiprodjo, S.H. lalu memberikan contoh-contoh tentang definisi Hukum yang berbeda-beda sebagai berikut :
a. Prof. Mr. E.M.Meyers; hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.
b. Leon Duguit ; Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
c. Imannuel Kant : ”hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.
DEFINISI HUKUM SEBAGAI PEGANGAN    
         Utrecht memberikan batasan Hukum sebagai berikut : hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.

UNSUR-UNSUR HUKUM
           Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para sarjana hukum Indonesia tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa Hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu :
a. peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b. peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
c. peraturan itu bersifat memaksa
d. sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
CIRI-CIRI HUKUM
            Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu:
a. adanya perintah dan/atau larangan
b. perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang
Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 pasal KUHP ialah :
a. Pidana pokok, yang terdiri dari:
1. Pidana pokok, yang terdiri dari :
2. Pidana penjara :
-seumur hidup
-sementara (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau pidana penjara selama waktu tertentu
- pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun
- pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
-pidana tutupan
b. Pidana Tambahan, yang terdiri dari :
-pencabutan hak-hak tertentu.
-perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
-pengumuman keputusan hakim.
Sifat Dari Hukum
       Dengan demikian hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas terhadap siapa yang tidak mau patuh mentaatinya.
TUJUAN HUKUM
          Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. 
TEORI ETIS
             Teori ini mengajarkan bahwa isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.
Hukum menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang dalam pergaulan masyarakat.
Dengan demikian hukum harus menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan.
GENY
           Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya ” kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.



BAB II
SUMBER-SUMBER HUKUM

SUMBER-SUMBER HUKUM MATERIAL DAN FORMAL.
               Yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
1.Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan sebagainya.
2. Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah:
     a.Undang-Undang(statute)
     b. Kebiasaan (custom)

     c. Jurisprudentie
     d. Traktat
     e. Doktrin
3. UNDANG-UNDANG
           Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
a. Syarat-syarat berlakunya suatu undang-undang.
     Syarat mutlak untuk berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkandalam Lembaran Negara oleh Menteri/Sekretaris Negara. Tanggal mulai berlakunya suatu undang-undang menurut tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu sendiri.
Jika tanggal berlakunya itu tidak disebutkan dalam undang-undang, maka undang-undang itu mulai berlaku 30 hari sesudah diundangkan dalam L.N untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah-daerah lainnya baru berlaku 100 hari setelah pengundangan dalam L.N.
b. Berakhirnya kekuatan berlaku suatu undang-undang. 
            Suatu undang-undang tidak berlaku lagi jika :
   A. Jangka waktu berlaku telah ditentukan oleh undang-undang itu sudah lampau.
   B. Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak ada lagi
   C. Undang-undang itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi.
    D. Telah diadakan undang-undang yang baru yang isinya bertentangan dengan undang-undang yang dulu berlaku.
4. Kebiasaan (Custom).
            Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.
5. KEPUTUSAN HAKIM (JURISPRUDENSI)
            Keputusan hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri berdasarkan wewenang yang diberikan oleh pasal 22 A.B. menjadilah dasar keputusan hakim lainnya/kemudiannya untuk mengadili perkara yang serupa dan keputusan hakim tersebut lalu menjadi sumber hukum bagi pengadilan disebut Jurisprudensi.
Ada dua macam jurisprudensi yaitu :
a. jurisprudensi tetap
b. jurisprudensi tidak tetap
            Jurisprudensi tetap ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan yang menjadi dasar bagi pengadilan untuk mengambil keputusan.
6. TRAKTAT (TREATY)
             Perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih disebut perjanjian antar negara atau perjanjian internasional atau traktat.
7. Pendapat Sarjana Hukum ( Doktrin )
             Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Terutama dalam hubungan internasional pendapat-pendapat para sarjana hukum mempunyai pengaruh yang besar.



 BAB III
MAZHAB-MAZHAB ILMU PENGETAHUAN HUKUM

1. Mazhab Hukum Alam
            Adapun teori tentang hukum alam telah ada sejak zaman dahulu yang diajarkan oleh Aristoteles, yang mengajarkan bahwa ada dua macam hukum, yaitu:
 a. hukum yang berlaku karena penetapan penguasa negara.
 b. hukum yang tidak tergantung dari pandangan manusia tentang baik buruknya hukum   yang ”asli”.
Hukum alam menurut Hugo de Groot ialah pertimbangan pikiran yang menunjukkan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Hukum alam itu merupakan suatu pernyataan pikiran (akal) manusia yang sehat mengenai persoalan apakah suatu perbuatan sesuai dengan kodrat manusia, dan karena itu apakah perbuatan tersebut diperlukan atau harus ditolak.
2. Mazhab Sejarah
             Menurut Von Savigny bahwa hukum itu harus dipandang sebagai suatu penjelmaan dari jiwa atau rohani sesuatu bangsa; selalu ada suatu hubungan yang erat antara hukum dengan kepribadian suatu bangsa. Hukum itu menurut Von Savigny, bukanlah disusun atau diciptakan oleh orang, tetapi hukum itu tumbuh sendiri di tengah-tengah rakyat; hukum itu adalah penjelmaan dari kehendak rakyat, yang pada suatu saat juga akan mati apabila suatu bangsa kehilangan kepribadiannya.
3. Teori Teokrasi
              Teori-teori yang mendasarkan berlakunya Hukum atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa dinamakan Teori Ketuhanan (Teori Teokrasi). Berhubung peraturan-peraturan itu ditetapkan Penguasa Negara, maka oleh penganjur Teori Teokrasi diajarkan bahwa para penguasa Negara itu mendapat kuasa dari Tuhan; seolah-olah para Raja dan penguasa lainnya merupakan wakil Tuhan.
4. Teori Kedaulatan Rakyat
              Menurut aliran ini bahwa hukum itu adalah kemauan orang seluruhnya yang telah meraka serahkan kepada suatu organisasi (yaitu Negara) yang telah terlebih dahulu mereka bentuk dan diberi tugas membentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat.
5. Teori Kedaulatan Negara
            Hukum itu ditaati ialah karena Negaralah yang menghendakinya; hukum adalah kehendak Negara dan Negara itu mempunyai kekuatan (power) yang tidak terbatas.              
Teori ini dinamakan Teori Kedaulatan Negara. Penganjur Teori Kedaulatan Negara yaitu Hans Kelsen, ia mengatakan bahwa hukum itu ialah tidak lain daripada ”kemauan Negara”. Namun demikian Hans Kelsen mengatakan bahwa orang taat kepada hukum bukan karena Negara menghendakinya, tetapi orang taat pada hukum karena ia merasa wajib mentaatinya sebagai perintah Negara.
6. Teori Kedaulatan Hukum.
           Menurut Krabbe, hukum hanyalah apa yang memenuhi rasa keadilan dari orang terbanyak yang ditundukkan padanya. Hukum itu ada, karena anggota masyarakat mempunyai perasaan bagaimana seharusnya hukum itu. Hanyalah kaedah yang timbul dari perasaan hukum anggota sesuatu masyarakat, mempunyai kewibawaan/kekuasaan. Suatu peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan dari jumlah terbanyak orang, tidak dapat mengikat.
7.  Asas Keseimbangan.
               Kranenburg membela ajaran Krabbe, bahwa kesadaran hukum orang itu menjadi sumber hukum. Menurut Kranenburg, hukum itu berfungsi menurut suatu dalil yang nyata (riil). Pembagian keuntungan dan kerugian dalam hal tidak ditetapkan terlebih dahulu dasar-dasarnya, ialah bahwa tiap-tiap anggota masyarakat hukum sederajat dan sama.
Hukum atau dalil ini oleh Kranenburg dinamakan Asas Keseimbangan, berlaku di mana-mana dan pada waktu apapun.


BAB IV
PENEMUAN HUKUM

PEMBENTUKAN HUKUM OLEH HAKIM
1. Hakim Merupakan Faktor Pembentukan Hukum
             Seorang hakim harus bertindak selaku pembentuk hukum dalam hal peraturan perundangan tidak menyebutkan sesuatu ketentuan untuk menyelesaikan suatu perkara yang terjadi.
Dengan kata lain, bahwa hakim harus menyesuaikan Undang-undang dengan hal-hal yang konkrit, oleh karena peraturan-peraturan tidak dapat mencakup segala peristiwa hukum yang timbul dalam masyarakat.
2. Keputusan Hakim Bukan Peraturan Umum
             Apabila suatu undang-undang isinya tidak jelas maka Hakim berkewajiban untuk menafsirkannya sehingga dapat diberikan keputusan yang sungguh-sungguh adil dan sesuai dengan maksud hukum yakni mencapai kepastian hukum.
PENAFSIRAN HUKUM (INTERPRETASI HUKUM)
               Ada beberapa macam penafsiran, antara lain :
A.  Penafsiran tata bahasa (grammatikal), yaitu cara penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang, dengan berpedoman pada arti perkataan-perkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undang-undang; yakni dalam pemakaian sehari-hari menurut kebiasaan.
B.  Penafsiran sahih (autentik, resmi) ialah penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh Pembentuk Undang-undang, misalnya Pasal 98 KUHP.
C. Penafsiran historis yaitu :
          a. sejarah hukumnya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut. Sejarah terjadinya hukum dapat diselidiki dari memori penjelasan, laporan-laporan perdebatan dalam  DPR dan surat-menyurat.
          b. sejarah undang-undangnya yang diselidiki maksud pembentuk undang-undang pada waktu membuat undang-undang itu.
D. Penafsiran sitematis, penafsiran menilik susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu maupun dengan undang-undang yang lain misalnya asas monogami tersebut di pasal 27 KUHS.
E. Penafsiran Nasional, ialah penafsiran menilik sesuai tidaknya dengan sistem hukum yang berlaku misalnya hak milik pasal 27 KUHS.
F. Penafsiran teleologis, (sosiologis) yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-undang itu.


BAB V
PEMBIDANGAN ILMU PENGETAHUAN HUKUM

KODIFIKASI HUKUM
        Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakan antara :
1. Hukum tertulis, yakni hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan.
2.  Hukum tak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan.
Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan dan yang belum dikodifikasikan.
           Kodifikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Unsur-unsur kodifikasi ialah:
a. jenis-jenis hukum tertentu
b. sistematis
c. lengkap
Tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis ialah untuk memperoleh:
a. kepastian hukum
b. penyederhanaan hukum
c. kesatuan hukum
3. Contoh Kodifikasi Hukum :
             a. di Eropa   : Corpus Iuris Civilis dan Code Civil tahun 1604.
             di Indonesia :  Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
                                    Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
                                    Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Januari 1918)
                                     Kitab  Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Desember 1981
MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM
1. Pembagian Hukum Menurut Atas Pembagiannya
         a. Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
               -hukum undang-undang
               -hukum kebiasaan (Adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-    peraturan kebiasaan (adat).
               -hukum traktat
               -hukum Jurisprudensi
         b. Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
                 1.  Hukum tertulis, yakni hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan             perundangan. Hukum ini dapat pula merupakan :
                      * Hukum tertulis yang dikodifikasikan
                      * Hukum tertulis yang  tak dikodifikasikan
2.  Hukum tak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (Hukum kebiasaan).
        c. Menurut tempat berlakunya hukum dapat dibagi dalam :
                   1. Hukum Nasional
                   2. Hukum Internasional
                   3. Hukum Asing
                   4. Hukum Gereja
        d.  Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
                   1. Ius Constitutum (Hukum Positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
                   2. Ius Constituendum yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
                   3. Hukum Asasi (Hukum Alam) yaitu hukum yang berlaku di mana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.
                  Ketiga macam hukum ini merupakan Hukum Duniawi.
          e. Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi :
                 1. Hukum yang memaksa yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak.
                 2. Hukum yang mengatur yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.


BAB VI
 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KAEDAH HUKUM

HAKEKAT KAEDAH
1. Tata Tertib Masyarakat
              Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud :
a. perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
b. larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Guna norma itu ialah untuk memberi petunjuk kepada manusia bagaimana seorang harus bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankan dan perbuatan-perbuatan mana pula yang harus dihindari.
Norma-norma itu dapat dipertahankan dengan sanksi-sanksi yaitu dengan ancaman hukuman terhadap siapa saja yang melanggarnya.
2. Kaedah Dalam Kenyataan
               Keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap warga masyarakat itu tidak mengganggu sesamanya. Norma hukum disertai sanksi berupa hukuman yang sifatnya memaksa, jika peraturan hidup itu dilanggar.
KAEDAH HUKUM DAN KAEDAH LAINNYA.
Kehidupan manusia di dalam pergaulan masyarakat diliputi oleh norma-norma, yaitu peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia di dalam masyarakat.



BAB VII
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU PENGERTIAN HUKUM

MASYARAKAT HUKUM
 Macam-macam Pembagian Penduduk Indonesia
          Warganegara ialah setiap orang yang menurut Undang-undang Kewarganegaraan adalah termasuk warganegara. Orang asing ialag orang yang bukan warganegara.
Menurut I.S. pasal 163 ayat 1 penduduk Indonesia dibagi dalam 3 golongan penduduk, yaitu :
1. Golongan Eropa, ialah:
             Bangsa Belanda;
             Bukan bangsa Belanda, tetapi orang yang asalnya dari Eropa  
             Bangsa Jepang (untuk kepentingan hubungan perdagangan)
             Orang-orang yang berasal dari negara lain yang hukum keluarganya sama dengan Hukum Keluarga Belanda(Amerika, Australia, Rusia)
             Keturunan mereka yang tersebut di atas
2. Golongan Timur Asing, yang meliputi :
               Golongan Cina (Tionghoa)
                Golongan Timur Asing bukan Cina (Orang Arab, India, Pakistan, Mesir dan lain-lain)
3. Golongan Bumiputra, ialah:
         a. Orang-orang Indonesia asli serta keturunannya yang tidak memasuki golongan rakyat lain.
                b. Orang yang mula-mula termasuk golongan-golongan rakyat lain, lalu masuk dan menyesuaikan hidupnya dengan golongan Indonesia asli.
Dwi Kewarganegaraan.
             Dalam menentukan kewarganegaraannya beberapa negara memakai asas ius soli, sedang di negara lain berlaku asas ius sanguinis. Hal demikian itu menimbulkan dua kemungkinan yaitu :
a. apatride yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan.
b. bipatride yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua macam kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap).
Pewarganegaraan (Naturalisasi)
a. Cara Pewarganegaraan
              Negara RI memberi kesempatan kepada orang asing (bukan warga negara RI) untuk menjadi warganegara Caranya ialah pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon ialah :
1.  Sudah berumur 21 tahun.
2.  Lahir dalam wilayah RI, atau bertempat tinggal sedikit-dikitnya 5 tahun berturut-turut atau selama 10 tahun tidak berturut-turut di wilayah RI.
3. Apabila ia seorang laki-laki yang sudah kawin, ia perlu mendapat persetujuan dari istrinya.
4. Dapat berbahasa Indonesia dan mempunyai sekedar pengetahuan tentang sejarah Indonesia, serta tidak pernah dihukum.
5. Dalam keadaan sehat rohaniah dan jasmaniah.
6. Bersedia membayar kepada Kas Negara uang sejumlah antara Rp 500,-sampai Rp 10.000,- bergantung kepada penghasilan setiap bulan.
7.  Mempunyai mata pencaharian yang tetap.
8. Tidak mempunyai kewarganegaraan lain, atau pernah kehilangan kewarganegaraan RI.
Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia
           Seorang warganegara Indonesia dapat kehilangan kewarganegaraannya karena hal-hal berikut:
a. Kawin dengan seorang laki-laki asing, mengangkat sumpah kepada negara asing.
b.Putusnya perkawinan seorang wanita asing dengan warganegara Indonesia.
c. Anak seorang orangtua yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia.
d. Memperoleh kewarganegaraan lain karena kemauannya sendiri.
e. Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain.
f. Diakui oleh seorang orang asing sebagai anaknya.
g. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan Menteri, mempunyai paspor dari negara asing.
h. Masuk dalam dinas asing tanpa izin terlebih dahulu dari Menteri Kehakiman RI.


BAB VIII
POLITIK HUKUM DI INDONESIA

1. POLITIK HUKUM PEMERINTAH BELANDA DI INDONESIA
             Orang-orang Indonesia, menurut politik hukum tersebut dibiarkan hidup di bawah hukumnya sendiri, yaitu Hukum Adat asli.
Politik hukum Pemerintah Belanda di Indonesia yang disebutkan di atas dapat kita ketemukan dalam pasal 131 I.S. yang dalam pokoknya mengenai hukum di Indonesia itu menetapkan sebagai berikut:
1. hukum perdata dan dagang, begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan pidana harus ”dikodifisir” yaitu diletakkan dalam kitab undang-undang.
2. untuk golongan bangsa Eropa untuk itu harus dianut peraturan perundangan  yang berlaku di Negeri Belanda (asas konkordansi).
3. untuk golongan bangsa Indonesia asli dan timur asing jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan membuat suatu peraturan baru bersama.
4. Orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan orang Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk orang Eropa, penundukkan mana boleh dilakukan baik seluruhnya maupun hanya mengenai sesuatu perbuatan tertentu
5. sebelum hukum untuk orang Indonesia itu ditulis di dalam undang-undang maka bagi mereka akan tetap berlaku ”hukum yang sekarang berlaku bagi mereka”. Dengan ” hukum yang sekarang berlaku bagi mereka” ini jelaslah yang dimaksudkan ialah Hukum Adat asli orang Indonesia.

KEADAAN HUKUM DI INDONESIA PADA WAKTU  PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA.
              Keadaan Hukum di Indonesia pada waktu Bangsa kita memproklamasikan kemerdekaannya, adalah pada pokoknya masih sama dengan keadaan di waktu Belantara Jepang mendarat di Pulau Jawa. Hanyalah ada jasa dari Pemerintah pendudukan Jepang yaitu bahwa telah menghapuskan badan-badan Pengadilan untuk bangsa Eropa yaitu Raad van Justitie dan Hooggerechtshof.

POLITIK HUKUM NASIONAL.
            Semenjak Proklamasi Kemerdekaan pembinaan hukum Nasional haruslah berlandaskan falsafah Negara Pancasila.
Namun demikian, selama lebih dari seperempat abad lamanya dalam Negara Indonesia belum ditegaskan tentang suatu politik hukum nasional seperti pada masa Hindia Belanda dahulu.
Baru pada tahun 1973 ditetapkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang garis-garis besar haluan negara, yang di dalamnya secara resmi digariskan politik hukum nasional Indonesia tersebut.
Dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN, yang di dalamnya secara resmi digariskan politik hukum nasional Indonesia dirumuskan sebagai berikut:
1. Pembangunan di bidang hukum dalam Negara Hukum Indonesia adalah berdasar atas landasan Sumber Tertib Hukum yaitu cita-cita yang terkandung pada pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia yang didapat dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.                         
2. Pembangunan di bidang hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum rakyat yang berkembang ke arah modernisasi menurut tingkat-tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang sehingga tercapai ketertiban dan kepastian hukum sebagai prasarana yang harus ditujukan ke arah peningkatan pembinaan kesatuan bangsa.
3. Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan  para pejabat Pemerintah ke arah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar