Laman

Sabtu, 05 Juli 2014

DESENTRALISASI POLITIK, HUKUM DAN AGAMA DI NEGERI SERIBU PULAU


Merekonstruksi suatu negara itu menjadi sebuah visioner putra bangsa. Perbedaan ras, suku, agama, ideologi dan perbedaan lainya seharusnya tidak menjadi sebuah hambatan dalam upaya rekonstuksi kediaman anak bangsa. Fakta membuktikan bahwasanya dalam rekonstruksi negara di jamrud katulistiwa ini, anak bangsa kita memiliki ekspekstasi yang begitu gemilang. Begitu hebat putra bangsa dalam hal ini memiliki sebuah visioner yang bisa memajukan negara seribu pulau ini.

Dalam upaya merekonstruksi suatu negara, putra bangsa tidak bisa begitu saja melakukan perubahan dalam hal apapun dalam kediamannya. Putra bangsa setidaknya berlaku sebagai peran utama dalam negara tersebut bukan sebagai figuran. Figuran hanya mampu memberikan tekanan dan tuntutan yang mana peran utma yang memiliki kekuatan yang lebih optimal dalam pengembangan dan membawa kearah mana negara ini akan dibawa. Untuk menjadi seorang pemeran utama dalam sebuah negara, para aktor dalam kehidupan bernegara kita kali ini harus mempunyai sebuah kendaraan yang bisa mengantarkan sampai gerbang utama peran pertama tersebut.

Sudah tidak asing lagi dalam hiruk pikuk kehidupan kita ini untuk mengantarkan seseorang menjadi seorang aktor pemeran utama di negara kita kali ini. Setiap putra bangsa membuat sebuah kendaraan yang berlandaskan politik. Karena dengan politiklah sesorang bisa mendapatkan apapun yang diinginkan termasuk menjadi aktor utama dalam memotorisasi perkembangan dan kemajuan peradaban kehidupan bangsa. Politik itu merupakan sebuah kendaraan yang mana seseorang mendapatkan sebuah peran, mempertahankan sebuah peran dan memanipulasi sebuah peran dalam kehidupannya, baik dalam hal berbangsa dan bernegara.

Politik itu sendiri terdakang menjadi sebuah bumerang bagi setiap insan dalam kehidupanya. Pada hakikatnya kita tidak bisa menghindari ataupun meniadakan politik itu sendiri dalam kehidupan kita baik dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua sektor kehidupan kita memang penuh dengan molekul politik. Tidak sedikit orang terlalu bernostalgia dengan politik yang akhirnya melupakan sebuah ekspekstasi awal mereka.

Politik yang mereka jalani saat ini untuk mendapatkan peran utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kali ini mereka memasukan unsur agama untuk menarik simpatisan dan akhirnya mereka mendapatkan sebuah ekspektasi yang mereka dambakan. Jika kita kaji dalam kehidupan politik di negara kita, sudah menjadi hal yang tidak tabu lagi, dimana sekarang agama menjadi trenseter dari kehidupan politik kita saat ini. Jika kita telaah dalam politik untuk mendapatkan sebuah peran utama dalam rekonstruksi negara seribu pulau ini, kalangan politisi kali ini menerjunkan para ulama dalam politik mereka kerana mereka merupakan orang berpengaruh dalam agama islam. Dimana Indonesia merupakan mayoritas orang islam. Dengan demikian mudahlah bagi para elitis politisi untuk mendapatkan peran utama tersebut yaitu dengan cara menaungi para elitis ulama untuk ekspekstasi mereka dapat dicapai, dengan cara menghegemoni para elitis ulama tersebut agar para pengikut mereka dapat menjadi pendukung dari elitis politisi tersebut. Para ulama yang terjun dalam hal perpolitikan saat ini bukanlah para ulama yang benar-benar mensyi’arkan ajaran agamanya dengan baik melainkan para ulama kita saat ini sudah mulai terhegemoni untuk terjun dalam dunia perpolitikan karena mereka terhegemoni dengan propaganda yang dilakukan elitis politisi tersebut dimana gagasan para ulama tersebut menjadi gagasan yang memacu pada sebuah jabatan untuk menduduki peran utama di negara ini agar negara ini dapat diislamisasikan oleh para ulama jika memasuki ranah perpolitikan tersebut.

Memang tidak bisa kita pungkiri lagi, politik itu halnya oksigen yang selalu kita hirup setiap saat bahkan kita tidak bisa lepas dari oksigen. Begitu pula dengan politik, tidak bisa lepas dalam diri seseorang satu menitpun karena setiap denting jarum jam kita berpolitik. Bagaimana kita bisa menjadi seseorang yang ditaati atau didengar dan lain sebagainya maka tentunya itu semua menggunakan politik.

Sayangnya politik Indonesia itu begitu rumit bahkan mendesentralisasikan agama dan hukum kedalam politik. Hukum yang berlaku saat ini adalah produk dari politik, tidak bisa dipungkiri lagi memang itu demikian adanya. Sayangnya hukum yang mereka buat tidaklah berlaku untuk beberapa abad layaknya hukum peninggalan penjajah kita. Semua hukum yang dibuat sekarang ini dibuat demi kepentingan pribadi saja.

Mendesentralisasikan agama dalam politik saat ini sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh para politisi. Memasukan elemen ulama dalam melicinkan jalan mereka mendapatkan peran utama dalam negara jamrud katulistiwa ini. Begitu asiknya para elit ulama ini dalam dunia politik, sayangnya mereka malah membuat penistaan agama. Para elit ulama ini malah korupsi, menyalahgunakan wewenang jabatanya.

Tidak ada salahnya jika agama dimasukan dalam politik. Yang salahnya adalah ketika mereka mendesentralisasikan agama tapi terjadi penistaan terhadap agama seperti halnya penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Ketika mereka mengharumkan dan memajukan bangsa dengan membawa embel-embel agama maka itulah yang seharusnya diekspektasikan agama disdesentralisasikan dalam politik.

Meliat para elit ulama saat ini yang mendukung A sebagai peran utama di negara ini mereka sampai membuat sebuah fatwa dan lain sebgainya. Jika kita memiliki akal yang sehat maka semua itu tidaklah perlu ada di negara kita ini. Kita dijamin oleh UUD 1945 bahwasanya setiap warga negara berhak menentukan aspirasi mereka dalam pemilihan peran utama di negara ini. Sayangnya para elit ulama ini tidak menghargai hak orang lain dimana seorang elit ulama ini menghegemoni dan mengharuskan untuk memilih A.


Jika kita ambil contoh, saya sempaat membaca artikel berita di suatu pemberitaan online dimana ada yang mengatakan bahwasanya NU tulen itu memilih A untuk menjadi peran utama di negara kita ini. Ketika ditelaah apakah hal tersebut bertentangan dengan konstitusi yang ada? Jelas bertentangan. Setiap warga negara itu pada hakikatnya memiliki hak untuk menentukan pilihan merekan bukan untuk hegemoni seperti itu karena agama Islam dalam kajian disini itu tidak pernah sama sekali mengajarkan pola prilaku demikian.t

Tidak ada komentar:

Posting Komentar